1.
SETING SEJARAH KABUPATEN JAYAWIJAYA
Pendahuluhan
Sejarah Kabupaten Jayawijaya sangat berhubungan
erat dengan sejarah perkembangan gereja di wilayah ini, karena daerah ini adalah daerah
terisolasi dari dunia luar, tetapi sejak tahun 1950-an misionaris mulai
berdatangan dan mulai melakukan penginjilan di daerah ini.
Lembah
Baliem ditemukan secara tidak sengaja, ketika Richard Archbold, ketua
tim ekspedisi yang disponsori oleh American Museum of Natural History
melihat adanya lembah hijau luas dari kaca jendela pesawat pada tanggal 23 Juni 1938. Penglihatan tidak
sengaja ini adalah awal dari terbukanya isolasi Lembah Baliem dari dunia luar.
Tim ekspedisi yang sama di bawah pimpinan Kapten
Teerink dan Letnan Van Areken mendarat di Danau Habema. Dari sana
mereka berjalan menuju arah Lembah Baliem melalui Lembah Ibele dan mereka
mendirikan basecamp di Lembah Baliem.
Pada tanggal 20 April 1954, sejumlah
missionaris dari Amerika Serikat, termasuk di dalamnya Dr. Myron
Bromley, tiba di Lembah Baliem. Tim misionaris ini menggunakan pesawat kecil
yang mendarat di Sungai Baliem, tepatnya di Desa Minimo dengan tugas utama
memperkenalkan agama
Nasrani ke Orang Dani
di Lembah Baliem. Stasiun Misionaris Pertama didirikan di Hitigima. Selama 7
(tujuh) bulan mereka mendirikan landasan pesawat terbang pertama. Beberapa
waktu kemudian misionaris menemukan sebuah areal yang ideal untuk dijadikan
landasan pendaratan pesawat udara. Areal landasan pesawat terbang itu terletak
berbatasan dengan daerah Suku Mukoko dan di areal
inilah mulai dibangun landasan terbang yang kemudian berkembang menjadi
landasan terbang Wamena saat ini.
Pada tahun 1958 Pemerintah Belanda mulai
kekuasaannya di Lembah Baliem, dengan mendirikan pos pemerintahannya di sekitar
areal landasan terbang, namun kehadiran Belanda di Lembah Baliem tidak lama,
karena melalui proses panjang diawali dengan ditandatanganinya dokumen Pepera pada tahun 1969, Irian Barat
kembali ke Pemerintah Republik Indonesia,
sehingga Pemerintah Belanda segera meninggalkan Irian Barat (Papua).
Kabupaten Jayawijaya dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969, tentang pembentukan Provinsi Otonom Irian
Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat. [6]
Berdasarkan pada Undang-undang tersebut, Kabupaten Jayawijaya terletak pada
garis meridian 137°12'-141°00' Bujur Timur dan 3°2'-5°12' Lintang Selatan yang
memiliki daratan seluas 52.916 km², merupakan satu-satunya Kabupaten di
Provinsi Irian Barat (pada saat itu) yang wilayahnya tidak bersentuhan dengan
bibir pantai.
2. SUTING PEMEKARANG KABUPATAN
JAYAWIJAYA
008, yaitu pemekaran dari wilayah
Kabupaten Jayawijaya dan sebagian wilayah kabupaten pemekaran pertama.
Dimekarkan empat kabupaten baru yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri RI
pada tanggal 12 Juni 2008 di Wamena. Keempat kabupaten yang baru dimekarkan itu
masing-masing berdasarkan:
GAMBAR
PEMEKARANG KAB> JAYAWIJAYA (01-2)
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Mamberamo Tengah dengan ibukota Kobakma, meliputi Distrik Kobakma, Kelila, Eragayam, Megambilis dan Ilugwa. Batas-batas wilayah Kabupaten Mamberamo Tengah adalah sebelah utara berbatasan dengan Distrik Membramo Hulu (Kabupaten Mamberamo Raya). Sebelah timur berbatasan dengan Distrik Elelim dan Abenaho (Kabupaten Yalimo). Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik Wolo dan Bolakme Kabupaten Jayawijaya, sebelah barat berbatasan dengan Distrik Bokondini dan Kembu (Kabupaten Tolikara).
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Yalimo, dengan ibukota Elelim, meliputi Distrik Elelim, Apalapsili, Abenaho, Benawa dan Welarek. Dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan ... (?). Sebelah timur dengan ... (?). Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik Walelagama dan Kurulu (Kabupaten Jayawijaya), sebelah barat berbatasan dengan Distrik Kobakma dan Megambilis (Kabupaten Mamberamo Tengah).
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Lanny Jaya, dengan ibukota Tiom, meliputi Distrik Tiom, Pirime, Makki, Gamelia, Dimba, Melagineri, Balingga, Tiomneri, Kuyawage dan Poga. Dengan batas-batas wilayah: sebelah utara berbatasan dengan Distrik Kanggime, Karubaga dan Goyage (Kabupaten Tolikara) serta Distrik Kelila (Kabupaten Mamberamo Tengah). Sebelah timur berbatasan dengan Distrik Assologaima (Kabupaten Jayawijaya). Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik Mbua, Yigi, Mugi, Mapenduma dan Geselama (Kabupaten Nduga), sebelah barat berbatasan dengan Distrik Ilaga (Kabupaten Puncak) dan Distrik Ilu (Kabupaten Puncak Jaya).
- Undang-Undang Nomor 6 tahun 2008 tentang pemekaran wilayah Kabupaten Nduga. Dengan ibukota Kenyam. Meliputi Distrik Kenyam, Mapenduma, Yigi, Wosak, Geselma, Mugi, Mbua dan Gearek. Batas wilayah Nduga meliputi sebelah utara berbatasan dengan Distrik Kuyawage, Balingga, Pirime dan Makki (Kabupaten Lanny Jaya). Sebelah timur berbatasan dengan Distrik Pelebaga dan Wamena (Kabupaten Jayawijaya). Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik Sawaerma (Kabupaten Asmat), sebelah barat berbatasan dengan Distrik Jila (Kabupaten Mimika).
- Daerah yang akan dimekarkan dari Kabupaten Jayawijaya adalah membentuk satu kota/kotamadya yaitu Kota Lembah Baliem
3. SUTING FOTOGARAFI DAN IKLIM
Kabupaten Jayawijaya berada di hamparan Lembah
Baliem, sebuah lembah aluvial yang terbentang pada areal ketinggian 1500-2000 m
di atas permukaan laut. Temperatur udara bervariasi antara 14,5 derajat Celcius
sampai dengan 24,5 derajat Celcius. Dalam setahun rata-rata curah hujan adalah
1.900 mm dan dalam sebulan terdapat kurang lebih 16 hari hujan. Musim kemarau
dan musim penghujan sulit dibedakan. Berdasarkan data, bulan Maret adalah bulan
dengan curah hujan terbesar, sedangkan curah hujan terendah ditemukan pada
bulan Juli.
Lembah Baliem dikelilingi oleh Pegunungan Jayawijaya yang terkenal karena
puncak-puncak salju abadinya, antara lain: Puncak
Trikora (4.750 m), Puncak Mandala (4.700 m) dan Puncak Yamin (4.595 m).
Pegunungan ini amat menarik wisatawan dan peneliti Ilmu Pengetahuan Alam karena
puncaknya yang selalu ditutupi salju walaupun berada di kawasan tropis. Lereng
pegunungan yang terjal dan lembah sungai yang sempit dan curam menjadi ciri
khas pegunungan ini. Cekungan lembah sungai yang cukup luas terdapat hanya di
Lembah Baliem Barat dan Lembah Baliem Timur (Wamena).
Vegetasi alam hutan tropis basah di dataran rendah
memberi peluang pada hutan iklim sedang berkembang cepat di lembah ini.
Ekosistem hutan pegunungan berkembang di daerah ketinggian antara 2.000–2.500 m
di atas permukaan laut.
4. SUTING DEMOGRAFI DAN BUDAYA
Orang Dani di lembah Baliem biasa disebut sebagai
"Orang Dani Lembah". Rata-rata kenaikan populasi orang Dani sangat
rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, salah satu penyebabnya
adalah keengganan pada ibu untuk mempunyai anak lebih daripada dua yang
menyebabkan rendahnya populasi orang Dani di Lembah Baliem. Sikap berpantang
pada ibu selama masih ada anak yang masih disusui, membuat jarak kelahiran
menjadi jarang. Hal ini selain tentu saja karena adat istiadat mereka,
mendorong terjadinya poligami. Poligami terjadi terutama pada laki-laki yang
kaya, mempunyai banyak babi. Babi merupakan mas kawin utama yang diberikan
laki-laki kepada keluarga wanita. Selain sebagai mas kawin, babi juga
digunaklan sebagai lambang kegembiraan maupun kedukaan. Babi juga menjadi alat
pembayaran denda terhadap berbagai jenis pelanggaraan adat. Dalam pesta adat
besar babi tidak pernah terlupakan bahkan menjadi bahan konsumsi utama.
Sebelum tahun 1954, penduduk Kabupaten Jayawijaya
merupakan masyarakat yang homogen dan hidup berkelompok menurut wilayah adat,
sosial dan konfederasi suku masing-masing. Pada saat sekarang ini penduduk
Jayawijaya sudah heterogen yang datang dari berbagai daerah di Indonesia dengan
latar belakang sosial, budaya dan agama yang berbeda namun hidup berbaur dan
saling menghormati.
5. SUTING SOSIAL EKONOMI
Mata pencaharian utama masyarakat Jayawijaya adalah
bertani, dengan sistem pertanian tradisional. Makanan pokok masyarakat asli
Jayawijaya adalah ubi jalar, keladi dan jagung sehingga pada areal pertanian
mereka dipenuhi dengan jenis tanaman makanan pokok ini.
Pemerintah Kabupaten Jayawijaya berusaha
memperkenalkan jenis tanaman lainnya seperti berbagai jenis sayuran (kol, sawi, wortel, buncis, kentang, bunga
kol, daun bawang dan sebagainya) yang kini berkembang sebagai barang dagangan
yang dikirim ke luar daerah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Lembah Baliem adalah areal luas yang sangat subur
sehingga cocok untuk berbagai jenis komoditi pertanian yang dikembangkan tanpa
pupuk kimia. Padi sawah juga mulai berkembang di daerah ini kerena penduduk
Dani sudah mengenal cara bertani padi sawah. Begitupun komoditas perkebunan
lainnya kini dikembangkan adalah kopi Arabika.
6. SUTING TRASFORTASI
Transportasi Kabupaten Jayawijaya hingga saat ini
masih mengandalkan perhubungan udara, trayek komersil Wamena-Jayapura yang
(pada tahun 2011) dilayani oleh dua maskapai penerbangan yaitu Trigana dan
Nusantara Air Charter. Dahulu trayek ini pernah dilayani oleh antara lain oleh
Merpati Nusantara, Manunggal Air, dan Aviastar. Trayek Wamena-Biak maupun
Wamena-Merauke biasanya dilayani oleh penerbangan TNI AURI dengan pesawat
Hercules C130 nya.
Semua jenis barang, baik barang kebutuhan pokok
masyarakat, bahan bangunan seperti semen, besi beton, kendaraan seperti mobil,
truk, bus hingga alat berat seperti buldozer maupun excavator serta kebutuhan
bahan bakar minyak (bensin dan solar) diangkut ke Wamena menggunakan pesawat
terbang.
Sedangkan transportasi darat yang menghubungkan
Wamena dengan empat puluh distrik (hasil pemekaran distrik tahun 2011) di
kabupaten Jayawijaya, sudah dapat dijangkau dengan kendaraan beroda empat atau
setidaknya dengan kendaraan roda dua. Jalan darat menghubungkan Wamena dengan
ibukota kabupaten hasil pemekaran yaitu ke Tiom (kabupaten Kabupaten Lanny
Jaya), Karubaga (Kabupaten Tolikara), Elelim (Kabupaten Yalimo). Jalan darat
hingga ke Distrik Kurima di Kabupaten Yahukimo juga sudah ada, namun kendala
longsor yang selalu terjadi di Sungai Yetni membuat bagian jalan ini tidak
selalu dapat dilalui dengan kendaraat beroda empat. Sebuah ruas jalan yang
diharapkan dapat menghubungkan Wamena dengan Kenyam (Kabupaten Nduga) sedang
dibangun, namun karena jalan ini melintas dalam kawasan Taman Nasional Lorentz,
untuk sementara pembangunan jalan ini sedang ditunda menunggu kajian lebih
lanjut.
Suku Dani
Daftar
isi
- 1 Selayang Pandang Suku Dani
- 2 Suku Dani Di Temukan
- 3 Bahasa Suku Dani
- 4 Lokasi
- 5 Kepercayaan
- 6 Sistem Kekerabatan
- 7 Pernikahan
- 8 Kesenian
- 9 Pendidikan
- 10 Politik Suku Dani Yang Bersahaja
- 11 Perekonomian
- 12 Rumah Adat
- 13 Dinding & Bukaan
- 14 Adat Menghormati Nenek Moyang
- 15 Tradisi Potong Jari
- 16 Lihat pula
- 17 Referensi
- 18 Rujukan
- 19 Pranala Luar
v Selayang Pandang Suku Dani
Suku Dani adalah sebuah suku yang mendiami satu
wilayah di Lembah Baliem yang dikenal sejak ratusan tahun lalu sebagai petani
yang terampil dan telah menggunakan alat / perkakas yang pada awal mula
ditemukan diketahui telah mengenal teknologi penggunaan kapak batu, pisau yang
dibuat dari tulang binatang, bambu dan juga tombak yang dibuat menggunakan kayu
galian yang terkenal sangat kuat dan berat. Suku Dani masih banyak mengenakan
“koteka” (penutup Kemaluan Pria) yang terbuat dari kunden/labu kuning dan para
wanita menggunakan pakaian wah berasal dari rumput/serat dan tinggal di
“honai-honai” (gubuk yang beratapkan jerami/ilalang). Upacara-upacara besar dan
keagamaan, perang suku masih dilaksanakan (walaupun tidak sebesar sebelumnya).
v Suku Dani Di Temukan
Suku Dani Papua, Perkampungan yang pertama kali
diketahui di Lembah Baliem diperkirakan sekitar ratusan tahun yang lalu.Banyak
explorasi di dataran tinggi pedalaman Papua yang dilakukan. Salah satu
diantaranya yang pertama adalah Expedisi Lorentz pada tahun 1909-1910
(Netherlands), tetapi mereka tidak beroperasi di Lembah Baliem.
Kemudian penyidik asal Amerika yang bernama Richard
Archold anggota timnya adalah orang pertama yang mengadakan kontak dengan
penduduk asli yang belum pernah mengadakan kontak dengan negara lain
sebelumnya. Ini terjadi pada tahun 1935. kemudian juga telah diketahui bahwa
penduduk Suku Dani adalah para petani yang terampil dengan menggunakan kapak
batu, alat pengikis, pisau yang terbuat dari tulang binatang, bambu atau tombak
kayu dan tongkat galian. Pengaruh Eropa dibawa ke para Missionaris yang
membangun pusat Missi Protestan di Hetegima sekitar tahun 1955. Kemudian setelah
Bangsa Belanda mendirikan kota Wamena maka agama Katholik mulai berdatangan.
v Bahasa Suku Dani
Bahasa Dani terdiri dari 3 sub keluarga bahasa,
yaitu:
- Sub keluarga Wano di Bokondini
- Sub keluarga Dani Pusat yang terdri atas logat Dani Barat dan logat lembah Besar Dugawa.
- Sub keluarga Nggalik & ndash
Bahasa suku Dani termasuk keluarga bahasa Melansia
dan bahasa Papua tengah (secara umum).
v Lokasi
a. Letak Geografis
Letak Geografis suku Dani Secara geografi Kabupaten
Jayawijaya terletak antara 30.20 sampai 50.20′ Lintang Selatan serta 1370.19′
sampai 141 Bujur Timur. Batas-batas Daerah Kabupaten Jayawijaya adalah sebagai
berikut : Sebelah Utara dengan Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Yapen
Waropen, Barat dengan Kabupaten Paniai, Selatan dengan Kabupaten Merauke dan
Timur dengan perbatasan negara Papua New Guinea.
Topografi Kabupaten Jayawijaya terdiri dari
gunung-gunung yang tinggi dan lembah-lembah yang luas. Diantara puncak-puncak
gunung yang ada beberapa diantaranya selalu tertutup salju misalnya Pucak
Trikora 4750 m, Puncak Yamin 4595m dan Puncak Mandala 4760m. Tanah pada umumnya
terdiri dari batu kapur/gamping dan granit terdapat di daerah pegunungan
sedangkan di sekeliling lembah merupakan percampuran antara endapan Lumpur,
tanah liat dan lempung.
b. Klimatologis
Suku Dani menempati daerah yang beriklim tropis
basah karena dipengaruhi oleh letak ketinggian dari permukaan laut, temperatur
udara bervariasi antara 80-200Celcius, suhu rata-rata 17,50 Celcius dengan hari
hujan 152,42 hari pertahun, tingkat kelembaban diatas 80 %, angin
berhembus sepanjang tahun dengan kecepatan rata-rata tertinggi 14 knot dan
terendah 2,5 knot.
v Kepercayaan
Sistem Religi / Kepercayaan Dasar religi masyarakat
Dani adalah sama uraian yang di atas yaitu menghormati roh nenek moyang dan
juga diselenggarakannya upacara yang dipusatkan pada pesta babi. Konsep
kepercayaan / keagamaan yang terpenting adalah Atou, yaitu kekuatan sakti para
nenek moyang yang diturunkan secara patrilineal (diturunkan kepada anak
laki-laki). Kekuasaan sakti ini antara lain :
- kekuatan menjaga kebun
- kekuatan menyembuhkan penyakit dan menolak bala
- kekuatan menyuburkan tanah Untuk menghormati nenek moyangnya, suku Dani membuat lambang nenek moyang yang disebut Kaneka. Selain itu juga adanya Kaneka Hagasir yaitu upacara keagamaan untuk menyejahterakan keluarga masyarakat serta untuk mengawali dan mengakhiri perang.
v Sistem Kekerabatan
Masyarakat Dani tidak mengenal konsep keluarga
batih, di mana bapak, ibu, dan anak tinggal dalam satu rumah. Mereka adalah
masyarakat komunal. Maka jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang
menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Dani
unit rumah tersebut adalah sili.
Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan masyarakat
Dani ada tiga yaitu kelompok kekerabatan, paroh masyarakat, dan kelompok
teritorial.
- Kelompok kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat suku Dani adalah keluarga luas. Keluarga luas ini terdiri atas tiga atau dua keluarga inti bersama – sama menghuni suatu kompleks perumahan yang ditutup pagar (lima).
Pernikahan orang Dani bersifat poligami diantaranya
poligini. Keluarga batih ini tinggal di satu – satuan tempat tinggal yang
disebut siimo. Sebuah desa Dani terdiri dari 3 & ndash; 4 slimo yang dihuni
8 & ndash; 10 keluarga. Menurut mitologi suku Dani berasal dari keuturunan
sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di sekitar kampung Maina di
Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai anak bernama Woita dan Waro. Orang Dani
dilarang menikah dengan kerabat suku Moety sehingga perkawinannya berprinsip
eksogami Moety (perkawinan Moety / dengan orang di luar Moety).
- Paroh masyarakat. Struktur masyarakat Dani merupakan gabungan beberapa ukul (klen kecil) yang disebut ukul oak (klen besar)
- Kelompok teritorial. Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).
v Pernikahan
Pernikahan orang Dani bersifat poligami diantaranya
poligini. Keluarga batih ini tinggal di satu – satuan tempat tinggal yang
disebut silimo. Sebuah desa Dani terdiri dari 3 & ndash; 4 slimo yang
dihuni 8 & ndash; 10 keluarga. Menurut mitologi suku Dani berasal dari
keuturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di sekitar kampung
Maina di Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai anak bernama Woita dan Waro.
Orang Dani dilarang menikah dengan kerabat suku Moety sehingga perkawinannya
berprinsip eksogami Moety (perkawinan Moety / dengan orang di luar Moety). b.
Paroh masyarakat. Struktur masyarakat Dani merupakan gabungan beberapa ukul
(klen kecil) yang disebut ukul oak (klen besar) c. Kelompok teritorial.
Kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani adalah
kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang
patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).
v Kesenian
Kesenian dan Kerajinan Kesenian masyarakat suku
Dani dapat dilihat dari cara membangun tempat kediaman, seperti disebutkan di
atas dalam satu silimo ada beberapa bangunan, seperti : Honai, Ebeai, dan
Wamai.
Selain membangun tempat tinggal, masyarakat Dani
mempunyai seni kerajinan khas, anyaman kantong jaring penutup kepala dan
pegikat kapak. Orang Dani juga memiliki berbagai peralatan yang terbuat dari
bata, peralatan tersebut antara lain : Moliage, Valuk, Sege, Wim, Kurok,
dan Panah sege.
v Pendidikan
Sebagaimana suku – suku pedalaman Papua seperti
halnya suku Dani umumnya tingkat pendidikan (formal) rendah dan kesadaran untuk
menimba ilmunya juga masih kurang. Namun, sejak masa reformasi beberapa belas
tahun silam suku Dani sudah banyak yang menuntut ilmu ke luar daerahnya. Salah
satunya adalah Meri Tabuni.
v Politik Suku Dani Yang Bersahaja
Sistem Politik dan Kemasyarakatan Masyarakat Dani
senantiasa hidup berdampingan dan saling tolong menolong, kehidupan masyarakat
Dani memiliki ciriciri sebagai berikut :
- Masyarakat Dani memiliki kerjasama yang bersifat tetap dan selalu bergotong royong
- Setiap rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah yang dipimpin oleh seorang penata adat atau kepala suku
- Organisasi kemasyarakat pada suku Dani ditentukan berdasarkan hubungan keluarga dan keturunan dan berdasarkan kesatuan teritorial.
Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar
yaitu disebut Ap Kain yang memimpin desa adat watlangka, selain itu ada juga 3
kepala suku yang posisinya berada di bawah Ap Kain dan memegang bidang sendiri
& ndash; sendiri, mereka adalah : Ap. Menteg, Ap. Horeg, dan Ap Ubaik
Silimo biasa yang dihuni oleh masyatakat biasa dikepalai oleh Ap. Waregma.
Dalam masyarakat Dani tidak ada sistem pemimpin, kecuali istilah kain untuk
pria yang berarti kuat, pandai dan terhormat.
Pada tingkat uma, pemimpinnya adalah laki-laki yang
sudah tua tetapi masih mampu mengatur urusannya dalam satu halaman rumah tangga
maupun kampungnya. Urusan tersebut antara lain : Pemeliharaan kebun dan
Bahi, serta Melerai pertengkaran.
Pemimpin federasi berwenang untuk memberi tanda
dimulainya perang atau pesta lain. Pertempuran dipimpin untuk para win metek.
Pemimpin konfederasi biasanya pernah juga menjadi win metek, meski bukan syarat
mutlak, syarat menjadi pemimpin masyarakat Dani : Pandai bercocok tanam, bersifat
ramah dan murah hati, pandai berburu, memiliki kekuatan fisik dan keberanian,
pandai berdiplomasi, dan pandai berperang.
v Perekonomian
a. Sistem Ekonomi
Sistem Ekonomi Nenek moyang orang Dani tiba di
Irian hasil dari suatu proses perpindahan manusia yang sangat kuno dari daratan
Asia ke kepulauan Pasifik Barat Irian Jaya.
Kemungkinan pada waktu itu masyarakat mereka masih
bersifat praagraris yaitu baru mulai menanam tanaman dalam jumlah yang sangat
terbatas. Inovasi yang berkesinambungan dan kontak budaya menyebabkan pola
penanaman yang sangat sederhana tadi berkembang menjadi suatu sistem perkebunan
ubijalar, seperti sekarang.
b. Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok suku bangsa Dani adalah
bercocok tanam dan beternak babi. Umbi manis merupakan jenis tanaman yang
diutamakan untuk dibudidayakan, artinya mata pencaharian umumnya mereka adalah
berkebun. Tanaman-tanaman mereka yang lain adalah pisang, tebu, dan tembakau.
Kebun-kebun milik suku Dani ada tiga jenis, yaitu:
- Kebun-kebun di daerah rendah dan datar yang diusahakan secara menetap
- Kebun-kebun di lereng gunung
- Kebun-kebun yang berada di antara dua uma
Kebun-kebun tersebut biasanya dikuasai oleh
sekelompok atau beberapa kelompok kerabat. Batas-batas hak ulayat dari
tiap-tiap kerabat ini adalah sungai, gunung, atau jurang. Dalam mengerjakan
kebun, masyarakat suku Dani masih menggunakan peralatan sederhana seperti
tongkat kayu berbentuk linggis dan kapak batu.
Selain berkebun, mata pencaharian suku Dani adalah
beternak babi. Babi dipelihara dalam kandang yang bernama wamai (wam = babi; ai
= rumah). Kandang babi berupa bangunan berbentuk empat persegi panjang yang
bentuknya hampir sama dengan hunu. Bagian dalam kandang ini terdiri dari
petak-petak yang memiliki ketinggian sekitar 1,25 m dan ditutupi bilah-bilah
papan. Bagian atas kandang berfungsi sebagai tempat penyimpanan kayu bakar dan
alat-alat berkebun. Bagi suku Dani babi berguna untuk: 1) dimakan dagingnya 2)
darahnya dipakai dalam upacara magis 3) tulang-tulang dan ekornya untuk hiasan
4) tulang rusuknya digunakan untuk pisau pengupas ubi 5) sebagai alat
pertukaran/barter 6) menciptakan perdamaian bila ada perselisihan
Suku Dani melakukan kontak dagang dengan kelompok
masyarakat terdekat di sekitarnya. Barang-barang yang diperdagangkan adalah
batu untuk membuat kapak, dan hasil hutan seperti kayu, serat, kulit binatang,
dan bulu burung.
v Rumah Adat
Honai, rumah adat suku Dani ukurannya tergolong
mungil, bentuknya bundar, berdinding kayu dan beratap jerami. Namun, ada pula
rumah yang bentuknya persegi panjang. Rumah jenis ini namanya Ebe'ai (Honai
Perempuan).
Perbedaan antara Honai dan Ebe'ai terletak pada
jenis kelamin penghuninya. Honai dihuni oleh laki-laki, sedangkan Ebe'ai (Honai
Perempuan) dihuni oleh perempuan. Komplek Honai ini tersebar hampir di seluruh
pelosok Lembah Baliem yang luasnya 1.200 km2. Baik itu dekat jalan besar (dan
satu-satunya yang membelah lembah itu), hingga di puncak-puncak bukit, di
kedalaman lembah, juga di bawah naungan tebing raksasa.
Rumah bundar itu begitu mungil sehinggi kita tak
bisa berdiri di dalamnya. Jarak dari permukaan rumah sampai langit-langit hanya
sekitar 1 meter. Di dalamnya ada 1 perapian yang terletak persis di tengah. Tak
ada perabotan seperti kasur, lemari, ataupun cermin. Begitu sederhana namun
bersahaja.
Atap jerami dan dinding kayu rumah Honai ternyata
membawa hawa sejuk ke dalam Honai. Kalau udara dirasa sudah terlalu dingin,
seisi rumah akan dihangatkan oleh asap dari perapian. Bagi suku Dani, asap dari
kayu sudah tak aneh lagi dihisap dalam waktu lama. Selama pintu masih terbuka
(dan memang tak ada tutupnya), oksigen masih mengalir kencang.
Selain jadi tempat tinggal, Honai juga multifungsi.
Ada Honai khusus untuk menyimpan umbi-umbian dan hasil ladang, semacam lumbung
untuk menyimpan padi. Ada pula yang khusus untuk pengasapan mumi. Fungsi yang
disebut terakhir itu bisa ditemukan di Desa Kerulu dan Desa Aikima, tempat 2
mumi paling terkenal di Lembah Baliem.
a. Bentuk Honai
Bentuk Honai yang bulat tersebut dirancang untuk
menghindari cuaca dingin ataupun karena tiupan angin yang kencang sehingga
rumah yang sederhana ini dapat bertahan bertahun-tahun lamanya.
b. Atap Honai
Honai memiliki bentuk atap bulat kerucut. Bentuk
atap ini berfungsi untuk melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak
mengenai dinding ketika hujan turun.
Atap honai terbuat dari susunan lingkaran-lingkaran
besar yang terbuat dari kayu buah sedang yang dibakar di tanah dan diikat
menjadi satu di bagian atas sehingga membentuk dome. Empat pohon muda juga
diikat di tingkat paling atas dan vertikal membentuk persegi kecil untuk
perapian.
Penutup atap terbuat dari jerami yang diikat di
luar dome. Lapisan jerami yang tebal membentuk atap dome, bertujuan
menghangatan ruangan di malam hari. Jerami cocok digunakan untuk daerah yang
beriklim dingin. Karena jerami ringan dan lentur memudahkan suku Dani membuat
atap serta jerami mampu menyerap goncangan gempa. Sehingga, apabila terjadi
gempa sangat kecil kemungkinan Rumah Honai akan rubuh.
v Dinding & Bukaan
Honai mempunyai pintu kecil dan jendela-jendela
yang kecil, jendela-jendela ini berfungsi memancarkan sinar ke dalam ruangan
tertutup itu, ada pula Honai yang tidak memiliki jendela, Honai tanpa jendela
pada umumnya dipergunakan untuk kaum ibu/perempuan.
Jika anda masuk ke dalam honai ini maka di dalam
cukup dingin dan gelap karena tidak terdapat jendela dan hanya ada satu pintu.
Pintunya begitu pendek sehingga harus menunduk jika akan masuk ke rumah Honai.
Dimalam hari menggunakan penerangan kayu bakar di dalam Honai dengan menggali
tanah didalamnya sebagai tungku selain menerangi bara api juga bermanfaat untuk
menghangatkan tubuh. Jika tidur mereka tidak menggunakan dipan atau kasur,
mereka beralas rerumputan kering yang dibawa dari kebun atau ladang. Umumnya
mereka mengganti jika sudah terlalu lama karena banyak terdapat kutu babi.
a. Ketinggian
Rumah Honai mempunyai tinggi 2,5-5 meter dengan
diameter 4-6 meter. Rumah Honai ditinggali oleh 5-10 orang dan rumah ini
biasanya dibagi menjadi 3 bangunan terpisah. Satu bangunan digunakan untuk
tempat beristirahat (tidur). Bangunan kedua untuk tempat makan bersama dimana
biasanya mereka makan beramai-ramai dan bangunan ketiga untuk kandang ternak
terutama babi. Rumah Honai juga biasanya terbagi menjadi 2 tingkat. Lantai
dasar dan lantai satu di hubungkan dengan tangga yang terbuat dari bambu/kayu.
Biasanya pria tidur melingkar di lantai dasar , dengan kepala di tengah dan
kaki di pinggir luarnya, demikian juga cara tidur para wanita di lantai satu.
Dalam peraturan adat Honai, pria dan wanita (termasuk anak-anak) tidak boleh
tidur disatu tempat secara bersamaan hukumnya tabu.
b. Fungsi Honai
Rumah Honai mempunyai fungsi antara lain:
- Sebagai tempat tinggal
- Tempat menyimpan alat-alat perang
- Tempat mendidik dan menasehati anak-anak lelaki agar bisa menjadi orang berguna di masa depan
- Tempat untuk merencanakan atau mengatur strategi perang agar dapat berhasil dalam pertempuran atau perang
- Tempat menyimpan alat-alat atau simbol dari adat orang Dani yang sudah ditekuni sejak dulu
c. Filosofi Honai
Filosofi bangunan Honai yang bentuknya bulat
melingkar adalah :
- Dengan kesatuan dan persatuan yang paling tinggi kita mempertahankan budaya yang telah diperthankan oleh nene moyang kita dari dulu hingga saat ini.
- Dengan tinggal dalam satu honai maka kita sehati, sepikir dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan
- Honai merupakan symbol dari kepribadian
d. Bahan Pembuat
Kebiasaaan dari suku atau orang Dani dan Yali dalam
membangun Honai yaitu mereka mencari kayu yang memang kuat dan dapat bertahan
dalam waktu yang lama atau bertahun-tahun bahkan sampai ratusan tahun. Bahan
yang digunakan sebagai berikut:
- Kayu besi (oopihr) digunakan sebagai tiang penyangga bagian tengah Rumah Honai
- Kayu buah besar
- Kayu batu yang paling besar
- Kayu buah sedang
- Jagat (mbore/pinde)
- Tali
- Alang-alang
- Papan yang dikupas
- Papan alas dll.
v Adat Menghormati Nenek Moyang
Untuk mnghormati nenek moyangnya, Suku Dani membuat
lambang nenek moyang yang disebut Kaneka. Selain itu juga adanya Kaneka Hagasir
yaitu upacara keagamaan untuk mensejahterakan keluarga masyarakat serta untuk
mengawali dan mengakhiri perang.
v Tradisi Potong Jari
Banyak cara menunjukkan kesedihan dan rasa duka
cita ditinggalkan anggota keluarga yang meninggal dunia. Butuh waktu lama untuk
mengembalikan kembali perasaan sakit kehilangan. Namun berbeda dengan Suku Dani
di Papua, mereka melambangkan kesedihan lantaran kehilangan salah satu anggota
keluarga yang meninggal. Tidak hanya dengan menangis, tetapi memotong jari.
Bila ada anggota keluarga atau kerabat dekat yang meninggal dunia seperti
suami, istri, ayah, ibu, anak dan adik, Suku Dani diwajibkan memotong jari
mereka. Mereka beranggapan bahwa memotong jari adalah symbol dari sakit dan
pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarganya. Pemotongan jari juga
dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah ‘terulang kembali’ malapetaka
yangg telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yg berduka.
a. Mengapa Jari Yang Di Potong
Bagi Suku Dani, jari bisa diartikan sebagai symbol
kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam diri manusia maupun sebuah keluarga.
Walaupun dalam penamaan jari yang ada ditangan manusia hanya menyebutkan satu
perwakilan keluarga yaitu Ibu jari. Akan tetapi jika dicermati perbedaan setiap
bentuk dan panjang jari memiliki sebuah kesatuan dan kekuatan kebersamaan untuk
meringankan semua beban pekerjaan manusia. Jari saling bekerjasama membangun
sebuah kekuatan sehingga tangan kita bisa berfungsi dengan sempurna. Kehilangan
salah satu ruasnya
saja, bisa mengakibatkan tidak maksimalnya tangan
kita bekerja. Jadi jika salah satu bagiannya menghilang, maka hilanglah
komponen kebersamaan dan berkuranglah kekuatan. Alasan lainya adalah “Wene
opakima dapulik welaikarek mekehasik” atau pedoman dasar hidup bersama dalam
satu keluarga, satu marga, satu honai (rumah), satu suku, satu leluhur, satu
bahasa, satu sejarah/asal-muasal, dan sebagainya. Kebersamaan sangatlah penting
bagi masyarakat pegunungan tengah Papua. Kesedihan mendalam dan luka hati orang
yang ditinggal mati anggota keluarga, baru akan sembuh jika luka di jari sudah sembuh
dan tidak terasa sakit lagi. Mungkin karena itulah masyarakat pegunungan papua
memotong jari saat ada keluarga yang meninggal dunia. Tradisi Potong Jari di
Papua sendiri dilakukan dengan berbagai banyak cara, mulai dari menggunakan
benda tajam seperti pisau, kapak atau parang. Ada juga yang melakukannya dengan
menggigit ruas jarinya hingga putus, mengikatnya dengan seutas tali sehingga
aliran darahnya terhenti dan ruas jari menjadi mati kemudian baru dilakukan
pemotongan jari. Selain tradisi pemotongan jari, di Papua juga ada tradisi yang
dilakukan dalam upacara berkabung. Tradisi tersebut adalah tradisi mandi
lumpur. Mandi lumpur dilakukan oleh anggota atau kelompok dalam jangka waktu
tertentu. Mandi lumpur mempunyai arti bahwa setiap orang yang meninggal dunia
telah kembali ke alam. Manusia berawal dari tanah dan kembali ke tanah.
Beberapa sumber ada yang mengatakan Tradisi potong jari pada saat ini sudah
hampir ditinggalkan. Jarang orang yang melakukannya belakangan ini karena
adanya pengaruh agama yang mulai berkembang di sekitar daerah pegunungan tengah
Papua. Namun kita masih bisa menemukan banyak sisa lelaki dan wanita tua dengan
jari yang telah terpotong karena tradisi ini.